web stats

Minggu, 19 Januari 2014

Ciri Khas Gombong



SANGGAR MEDITASI DI GOMBONG

Di Gombong ternyata terdapat juga sebuah Sanggar Meditasi ,dulu saya kesana bersama teman² saya. Orang² bilang bahwa itu adalah sebuah Candi, yang dinamakan Candi Bengkoang. Ehh ternyata dan ternyata,bangunan itu bukanlah sebuah Candi, melainkan sebuah Sanggar. Yaitu Sanggar Meditasi . Jikalau saya dan teman² saya tidak bertemu pada pemilik tempat itu yang bernama Bapak Adji Tjaroko, kita semua tidak akan mengetahui kalo itu adalah sebuah Sanggar . Memang kalo dilihat, bangungan itu membentuk seperti Candi,ada ukiran ukiran di batu. Sanggar tidak jauh dari kota Gombong. Coba aja datang kesana. Tempatnya emang kecil,tapi lumayan kok buat foto² . Terutama pecinta kamera yang seneng njepret² . Itu tempat yang lumayan bagus juga J .

                           SEJARAH SANGGAR MEDITASI

Pertama, keberadaan Sanggar Meditasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari tokoh historis yang merupakan kakek dari Bapak Adji Tjaroko yang bernama Ki Bagus Hadi Kusumo. Sejak tahun 1917 beliau telah menyebarluaskan ajaran dan kawruh Jawa yang dinamakan Kawruh Naluri (KWN. Istilah ini sempat menerima labeling negatif dan dipersoalkan secara hukum oleh pihak-pihak tertentu di era Orde Baru pada tahun 1970-an sehingga menimbulkan traumatik komunitas pengguna istilah ini). Komunitas yang dipimpin Ki Bagus Hadi Kusumo bukan bagian aliran agama baik Kristen, Islam, Hindu serta Budha. Ajaran ini merupakan bagian dari konsep Kejawen yang lahir dan dipercaya serta disebarluaskan melalui konsep hubungan “Guru Murid” sebagaimana lazimnya kawruh-kawruh Jawa yang berkembang di zamannya. Ki Bagus Hadi Kusumo tidak hanya menyebarluaskan kepercayaannya sehingga memiliki ribuan pengikut, namun beliau juga terlibat dalam menentang arogansi pemerintahan Belanda di wilayah Gombong pada zamannya. Menurut pemaparan Bpk Adji Tjaroko, pada tahun 1920-an Belanda menuntut pajak per kepala penduduk pribumi. Namun Ki Bagus Hadi Kusumo menentang dan melawan dengan menolak pembayaran pajak bahkan dengan berani mengatakan, “Ini bumi kami. Mestinya kamilah yang menarik pajak pada kalian yang pendatang!”. Dalam usahanya menentang kebijakkan pemerintahan kolonial, beliau tidak pernah membawa pengikut atau mengerahkan kekuatan fisik namun melakukannya secara individual. Dikarenakan Ki Bagus Hadi Kusumo kerap melakukan berbagai tindakan yang menimbulkan kemarahan Belanda, maka beliau sering berurusan dengan polisi Belanda dan di penjara berulang kali.

Kedua, Setelah Ki Bagus Hadi Kusuwo wafat, maka Kawruh Naluri diteruskan oleh putranya yang bernama Nurhadi (ayah dari Bapak Adji Tjaroko). Melalui usaha Bapak Nurhadi dan pengikutnya, maka terbentuklah bangunan Sanggar Meditasi pada tahun 1959. Bentuk bangunan menyerupai candi dikarenakan ada sejumlah relief di sekeliling bangunan luar tersebut. Dibangun dengan batu gunung dan dibuat bertingkat menyerupai sejumlah candi di Jawa. Ruang dalam dibiarkan kosong sebagai ruang meditasi atau samadhi para pengikut ajaran ini. Bapak Nurhadi adalah konseptor Sanggar Meditasi sementara pelaksanaan pembangunan di kerjakan oleh Seniman Indonesia Muda (logo dan nama pelaksana disematkan di bagian bawah tangga masuk Sanggar Meditasi). Dalam perkembangannya, komunitas penganut kepercayaan kepada Tuhan namun di luar bentuk formal agama ini mendaftarkan keiatannya dan di badan hukumkan dengan nama Yayasan Setyaki (Setia Marang Kaki: Setia Pada Leluhur)). Pengaruh Kawruh Naluri yang diturunkan Ki Bagus Hadi Kusumo dan yang diteruskan oleh Bapak Nurhadi mengalami pasang surut. Khususnya pada sekitar thun 1965 di saat kondisi negara dan politik sedang mengalami turbulensi dan chaos dikarenakan peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan reaksi tentara di bawah kepemimpinan Suharto yang kelak menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Sukarno.  “Seluruh anggota paguyuban dipaksa masuk agama tertentu baik dengan cara halus dan keras. Kebanyakan menyerah dan berpindah agama sehingga anggota menjadi menurun”, demikian kesaksian Bapak Adji Tjaroko. Tahun 1980 bpk Nurhadi meninggal. Sepeninggal beliau, pengikutnya terbagi menjadi dua. Ada yang tetap setia di organisasi melalui Yayasan Setyaki namun sebagian lainnya memilih untuk menganut kepercayaan di luar organisasi sehingga mereka boleh dikatakan sebagai anggota non formal penganut kepercayaan.

Ketiga, pada tahun 1986 Bapak Adji Tjaroko mengundurkan diri dari PNS dan menekuni keyakinan yang dianut kakek dan ayahnya serta mulai belajar melalui para sepuh di Yayasan Setyaki. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sepeningal Bapak Nurhadi, komunitas penganut Kawruh Naluri ini terbagi menjadi dua yaitu anggota formal dan anggota non formal. Anggota non formal banyak berinteraksi dan bertukar pikiran dengan Bapak Adji dan dikoordinir oleh Bapak Adji dalam memperjuangkan berbagai aktifitas dan kepentingannya. Berdasarkan UU no 23 Tahun 2006 dan PP no 37 Tahun 2007 (setiap paguyuban bisa menunjuk petugas perkawinan dan menerima SK dari Dep Kebudayaan/Kementerian Kebudayaan), maka pada tahun 2008 dibentuklah Paguyuban Budaya Bangsa (PBB) dengan Bapak  Adji Tjaroko sebagai Ketua Umum. Menurut kesaksian Bapak Adji, jumlah anggota saat ini sekitar 3000 dan semuanya berada di luar wilayah Gombong.

Inilah beberapa foto saya dan teman² Sanggar Meditasi . 






Inget ya, itu Sanggar Meditasi bukan Candi !!